Perempuan ini tak bisa sembunyikan rasa bahagia. Rona wajahnya amat cerah. Darahnya mengalir segar membuat kulitnya terlihat bercahaya. Alis, sorot mata, ukuran senyum, dan auranya terbentuk sempurna. Ia, perempuan itu, benar-benar terlihat bahagia. Bahkan mungkin, amat bahagia.
Ia lalu terkenang dengan masa beberapa tahun silam. Saat itu, duka menggelayut di sanubarinya. Menikah muda dia pilih karena merasa siap dan ingin hindari diri dari zina. Jalani nikah dengan bahagia bersama suami, tapi pihak mertua tak sepakat.
Atas ulah sang mertua yang terkesan konyol, akhirnya ia berpisah dengan suami pertama. Padahal, keduanya saling mencintai. Padahal, keduanya memiliki visi, misi, dan karakter serupa. Padahal, telah terlahir satu anak atas nama cinta di antara dua insan ini.
Mereka bahagia. Tapi mereka tak tahan dengan ulah orang tua si suami. Akhirnya, hidup memang soal pilihan.
Seiring berjalannya waktu, wanita ini berniat menjalani hidup dengan perenungan yang mendalam. Ia ingin menjalani sisa usia dengan amal shalih, dimulai dengan mendidik anak kesayangannya. Si mata wayang. Ia berjibaku dengan waktu; agar kembali mampu menjadi tulang punggung untuk si buah hati dan keluarganya.
Sampai datanglah seorang laki-laki baik hati yang melamar. Ia tak banyak pinta. Ia tak pilah-pilih. Ia juga tak gila harta. Ia menerima pinangan si laki-laki hanya karena satu alasan; laki-laki itu menjaga shalatnya.
Sayang beribu sayang, ternyata pernikahan keduanya tak sehat. Banyak hal yang mustahil dibuka ke muka umum. Banyak catatan yang kemudian menjadi pelajaran bagi si wanita. Akhirnya, setelah proses perjuangan yang panjang dengan ribuan tetas air mata dan duka, perempuan ini kembali mengambil jalan pisah. Nikah dua kali, cerai sebanyak itu.
Laa haula wa laa quwwata illa billaah…
Ini bukan pilihannya. Ia hanya menjalani taqdir. Harapannya baik, tapi siapa yang bisa mengelak dari Kuasa-Nya? Siapa yang bisa menebak akhir dari sebuah keputusan yang diambil?
***
“Alhamdulillah, mohon doanya. Insya Allah, laki-laki ini shalih.” tulis si perempuan.
Ya. Ia menjalani pernikahan ketiga. Laki-lakinya berbeda dari dua laki-laki sebelumnya. Ia hanya berharap, tiada fitnah. Ia hanya meminta, mudah-mudahan ini yang terbaik untuk dia, anaknya, dan keluarga serta agamanya.
Nah, kamu kapan? Jangan lama-lama loh.. Kiamat makin dekat. Semoga segera ya… Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]