Ketika kebersamaan Anda bersama pasangan bertambah masanya, pandai-pandailah bersiasat. Sebab kebiasaan yang berjalan bertahun-tahun dan itu-itu saja sangat mungkin melahirkan rasa bosan. Meski bosan merupakan sifat manusiawi, ianya akan menjadi masalah pelik jika tidak segera diselesaikan dengan kepala sejuk.
Salah satu kebosanan yang paling sering menjangkiti, dan ini amat menyakitkan bagi banyak pasangan, ialah soal ranjang. Apalagi ketika istri telah melahirkan banyak anak, badannya melar, dan catatan-catatan lainnya. Bosan itu sukar dielakkan, padahal kebutuhan biologis harus tetap dipenuhi.
Agar Anda tak bosan dalam melakukan ibadah layaknya para penghuni surga ini, ada ilmu yang harus dipelajari. Ialah terkait posisi dalam bercinta atau kerap disebut dengan gaya. Persoalannya, banyak pasangan yang merasa malu untuk menyampaikan. Padahal, hal ini sah-sah saja disampaikan oleh seorang pasangan kepada pasangannya.
Nah, agar Anda menjadi pasangan yang peka, belajarlah untuk memahami keinginan suami atau istri saat ia menghendaki perubahan gaya. Pahamilah dengan cermat, sebelum ia menyampaikan hajatnya. Salah satunya, saat pasangan Anda tengah mengulang-ulang dua ayat ini,
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, ‘Haidh itu adalah suatu kotoran.’ Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (Qs. al-Baqarah [2]: 222-223)
Dalam menafsirkan makna ‘maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu’, Imam Ibnu Katsir mengutip penjelasan Ibnu Abbas, Mujahid, dan ulama lainnya yang menafsirkan dengan farji wanita.
Sedangkan pendapat lainnya dari Ikrimah mengatakan, “Hendaklah kalian menjauhinya” yang diartikan oleh Imam Ibnu Katsir dengan, “Ayat ini mengandung dalil yang menunjukkan keharaman melakukan hubungan dari dubur.”
Sedangkan terkait kalimat ‘maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki’ dalam ayat 223, Imam Ibnu Katsir menjelaskan, “Kalian boleh mencampurinya sekehendak hati kalian, dari depan maupun dari belakang, tetapi tetap saja pada satu jalan (lubang farji), sebagaimana yang dijelaskan dalam banyak hadits.”
Maka perhatikanlah hal ini dengan baik. Komunikasikan. Dan jangan malu untuk belajar bersama.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]