Dalam tulisan sebelumnya, kami mengutip hadits dari Tafsir al-Qur’an al-Adhim tulisan al-Hafizh Ibnu Katsir bahwa Sebaik-baik umat ini adalah yang paling banyak istrinya. Tulisan tersebut pun rame diperbincangkan. Bahkan di kolom komentar, hingga tulisan ini dibuat, ada sekitar tiga puluh lima komentar; baik yang pro maupun kontra.
Maka kami pun tertarik untuk sedikit membocorkan ciri-ciri seorang suami yang sudah ingin berpoligami. Atau, bahasa gaulnya, seorang suami yang sudah ‘ngebet’ berpoligami.
Namun, sebelum dilanjutkan, mari sepakati dulu bahwa hukum poligami adalah sunnah sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dan, terkait pelaksanaannya dikembalikan kepada kemampuan masing-masing kaum muslimin. Semoga Allah Ta’ala memberikan kekuatan kepada siapa pun yang berniat menjalankan sunnah dengan baik.
Anda pasti pernah mengamati seorang laki-laki (lajang ataupun sudah menikah satu kali) yang gencar membicarakan poligami; baik bercanda atau pun serius. Dalam benak, anda akan berpikir, “Kayaknya orang ini sudah ingin berpoligami deh!”
Lalu, jika ia seorang bujang, anda pun akan iseng sampaikan saran, “Satu dulu aja. Baru nambah.” Sedangkan jika ia sudah menikah sekali, komentar Anda mungkin saja, “Ayolah contohkan dulu.” Dan, komentar sejenis lainnya.
Padahal, biasanya orang yang banyak menjadikan hal itu sebagai bahan pembicaraan; percayalah bahwa ia tidak sedang serius. Ia hanya melakukan itu untuk mencairkan suasana, atau memang tabiatnya yang suka bercanda. Jika tidak percaya, amati saja: berapa lama ia mulai membicarakan atau menulis tentang poligami hingga sekarang atau beberapa masa yang akan datang.
Ini persis seperti pemuda yang bicara ke sana ke mari terkait rencana nikahnya, sosok calonnya, mewah walimahnya, siapa saja yang diundang, hiburan apa yang akan ditayangkan di acaranya itu, dan sebagainya; tapi Anda tak kunjung mendapatkan undangan pernikahannya hingga waktu yang berbilang lama.
Jadi, bagaimanakah lelaki yang benar-benar ingin berpoligami?
Sebaliknya. Ia adalah sosok yang diam, menghindari pembicaraan, cenderung tidak banyak menyampaikan maksudnya. Selanjutnya, dia akan menempuh dua cara: benar-benar diam-diam hingga niatnya terwujud, atau membicarakannya secara terbatas dengan orang-orang yang terkait.
Keduanya-diam-diam atau membicarakan dengan orang terdekat-tidaklah terlarang secara hukum. Ini hanyalah soal adab (tata cara). Bahwa dalam amal ibadah ada derajat buruk, cukup, baik, dan sangat baik. Begitupun dalam hal poligami.
Jika suami Anda melakukannya secara diam-diam, semoga tidak demikian. Dan, jika ia membicarakannya dengan cara yang baik, maka imbangilah dengan respon yang baik pula. Pasalnya, tak ada masalah di dalam rumah tangga yang tidak selesai dengan komunikasi.
Akhirnya, tulisan ini hanyalah pendapat. Benar atau tidaknya amat relatif dan tergantung kepada siapa yang dijadikan objek kasus. Jika benar, mungkin kebetulan. Dan jika salah, silakan dibuat tulisan lain yang lebih benar untuk mengingatkan.
Ngomong-ngomong, jika Anda adalah seorang suami, tolong jawab pertanyaan ini sebelum benar-benar berniat berpoligami, “Siapkah Anda dengan pertanggungjawaban dunia dan akhirat atas amanah besar bernama poligami itu?” [Pirman]
17 Comments
Comments are closed.