Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang umatnya hidup dengan cara kerahiban atau kependetaan; tidak memiliki pasangan hidup, tidak suka beranak. Sebaliknya, beliau memerintahkan umatnya untuk hidup berkeluarga, bahagia dengan hadirnya pasangan hidup dan anak-anak yang menyejukkan pandangan mata.
“Menikahlah kalian,” sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagaimana diriwayatkan Imam al-Bayhaqi, “karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian kepada umat-umat lain, dan janganlah kalian seperti pendeta-pendeta Nashrani.”
Kehidupan Islam adalah pola kehidupan terbaik yang paling sesuai dengan fitrah manusia. Islam mengatur pemenuhan kebutuhan manusia dalam segala aspeknya. Ruhani, pikiran, fisik, nafsu, dan kebutuhan lainnya diakomodir dengan baik, tanpa dizalimi sedikit pun.
Karena itu pula, menikah yang merupakan satu-satunya cara dalam pemenuhan kebutuhan biologis menempati kedudukan yang penting dalam ajaran Islam. Ianya dimudahkan. Tidak boleh dipersulit. Termasuk ibadah unggulan. Bagian dari sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang amat mulia.
Sebagai kebalikannya, Islam sangat tidak menganjurkan kehidupan membujang. Pasalnya, semua manusia diciptakan dengan kelengkapan nafsu yang harus dilampiaskan. Jika tidak diatur dengan baik, maka nafsu tersebut akan memaksa untuk dilampiaskan dengan cara yang buruk, penuh dosa, dan maksiat yang besar kepada Allah Ta’ala; zina.
Menikah, dalam kasus ini, sangat sesuai dengan prinsip kelangsungan hidup sebuah generasi. Melalui hubungan pernikahan, seorang suami dan istri merasa bangga dan bahagia serta diakui dalam masyarakat jika memiliki anak. Namun, di luar pernikahan, hubungan layaknya suami istri menjadi terlarang, hina, dan memiliki peluang untuk dikucilkan masyarakat. Jika terjadi ‘kecelakaan’, maka hal itu merupakan perbuatan amat memalukan yang akibatnya dialami sepanjang usia pelakunya.
Karena itu, seorang calon istri patut memperhatikan hal ini dengan baik. Pilih dan utamakan calon suami yang suka memiliki keturunan. Sebab, banyak kaum laki-laki yang lebih suka melampiaskan nafsunya, tapi menolak hadirnya keturunan karena alasan-alasan remeh semisal ribet, repot, dan seterusnya.
“Laki-laki yang suka berketurunan,” tutur Drs Muhammad Thalib dalam Menuju Pernikahan Islami, “memiliki tanggung jawab yang besar terhadap anak-anaknya. Tanpa keinginan yang kuat untuk memiliki keturunan, laki-laki hanya akan memperlakukan perempuan sebagai objek seksual dan kepuasan syahwatnya semata. Hal ini, tentu saja, akan sangat merugikan eksistensi manusia di muka bumi.”
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]