Wahai para suami, bersabarlah dengan keadaan istrimu; bagaimana pun kondisinya. Bersabarlah dengan sikap baik dan buruknya, sebab di sana ada kebaikan yang amat banyak. Bisa jadi, ada sifat buruk istri yang tidak disukai, namun di dalamnya terdapat kebaikan yang banyak dan baru bisa kau dapatkan kelak di kemudian hari.
Wahai para suami, seberapa pun lamanya kalian menjalani kehidupan rumah tangga, bersabarlah. Sebab tidak ada balasan yang layak bagi pelaku kesabaran, kecuali surga yang telah Allah Ta’ala sediakan kelak di akhirat.
Guna menguatkan kesabaran, sering-seringlah membaca Kalam Allah Ta’ala, sabda Nabi-Nya yang mulia, juga kisah-kisah mencerahkan jiwa dari ulama’-ulama’ yang besar rasa takut dan harapnya kepada Allah Ta’ala. Merekalah sebaik-baik generasi; yang telah berikan contoh terbaik dalam menjalani kehidupan yang kian dahsyat godaannya.
Imam Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya Shaid al-Khatir mengisahkan sebuah cerita kesabaran seorang suami. Ialah Syeikh Abu Utsman an-Naisaburi. Beliau adalah orang ‘alim, shaleh, kaya, sekaligus terhormat. Namun, sebab usianya yang tak muda lagi, beliau tidak berniat untuk menikah lagi.
Kemudian datanglah seorang wanita yang menawarkan dirinya untuk dinikahi. Inilah di antara tanda kemuliaan seorang wanita shalehah yang menjaga dirinya. Guna melindungi diri dari zina, mereka memilih untuk minta dinikahi oleh orang shaleh dengan cara yang baik.
Maka, Abu Utsman pun mendatangi walinya untuk melamar. Saat mendengar apa yang disampaikan, wali sang wanita itu amat terkajut, haru, sekaligus bahagia. Betapa mulianya, pikirnya, sebab ia dan anaknya bukan berasal dari keluarga yang mampu.
Maka, keduanya pun menikah secara sah dalam naungan keberkahan, insya Allah. Malam harinya, Abu Utsman memasuki kamar pengantin. Ia terkejut ketika melihat kondisi istrinya. Rupanya sang istri adalah sosok yang cacat fisik dan matanya.
Namun, saat ia hendak pergi, sang istri yang cacat itu memintanya agar tetap berada di dalam kamar menemaninya. Abu Utsman berkata, “Aku tetap berada dalam kondisi itu selama lima belas tahun.” Pungkas Abu Utsman, “Aku berharap amalan itu mendapatkan balasan terbaik dari Allah Ta’ala.”
Sungguh, lima belas tahun bukanlah waktu yang sebentar. Bersabar selama itu tidak mungkin dilakukan, kecuali oleh mereka yang bagus kualitas iman dan taqwanya. Kesabaran itu, hanya bisa dilakukan oleh mereka yang besar rasa cintanya kepada Allah Ta’ala. [Pirman]
1 Comment
Comments are closed.