Setelah menolak lamaran Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq dan Sayyidina Umar bin Khaththab, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam mempersilakan Sayyidina Ali bin Abi Thalib untuk menikah dengan putri kesayangannya, Fathimah az-Zahra binti Muhammad. Inilah salah satu pernikahan agung yang senantiasa harum dalam teladan sejarah hingga akhir zaman.
Tatkala itu, Sayyidina Ali bin Abi Thalib tidak memiliki mahar yang banyak. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam sebagai mertua dan pemimpin yang bijak menentukan mahar yang amat murah. Sebagian riwayat menyebutnya dengan cincin yang terbuat dari besi.
Seharusnya, sampai di sini saja, kita mesti merasa sangat malu dengan tindakan bodoh yang kerap dijadikan hujjah oleh seorang perempuan Muslimah yang meminta mahar mahal kepada calon suami atau seorang wali yang mensyaratkan kepada laki-laki yang hendak menikahi anak-anaknya. Pasalnya, dalam pernikahan agung antara anak Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dan sepupu Nabi yang kelak menjadi pemimpin kaum Muslimin ini, ada teladan memurahkan agar semuanya terlaksana dengan mudah.
Harusnya, sebagai Muslimah, Anda bertanya ke dalam nurani yang paling jujur; layakkah meminta mahar yang mahal-meski dibolehkan-sementara kualitas Anda sangat jauh dari kualitas Fathimah binti Muhammad dan suami Anda pun tak selayak Ali bin Abi Thalib?
Setelah Sayyidatina Fathimah menikah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam memberikan bekal kepada anak gadisnya itu. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i Rahimahullahu Ta’ala dari jalur Sayyidina Ali bin Thalib, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam membekali Fathimah dengan tikar, gentong air, dan bantal yang rendanya dari kain beludru.”
Kawan, coba baca baik-baik riwayat ini. Jangan hanya gunakan logika, tapi sentuhlah nuranimu sendiri. Saksikanlah. Ini sebuah teladan amat nyata dari manusia paling mulia untuk anaknya yang mulia. Ini contoh dari laki-laki paling agung, ayah paling memesona, kepada anak gadis yang menjadi satu dari empat wanita penghulu surga.
Cobalah berkaca dalam-dalam. Lihatlah hatimu dengan pandangan yang paling jujur. Mungkinkah para Muslimah masa kini berhasil menggapai derajat kemuliaan mereka jika dalam hal serupa-meminta mahar dan bekal pernikahan-saja sudah sangat bertolak belakang?
Seharusnya para Muslimah memahami. Ada yang jauh lebih penting dari emas, harta, dan saldo tabungan untuk diupayakan sebelum dan setelah pernikahan. Semua itu hanya pendukung, bukan faktor utama untuk menggapai bahagia dan berkah dalam pernikahan.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]
1 Comment
Comments are closed.