NNNPenyebab asma pada balita pada dasarnya bisa dikatakan hampir sama dengan faktor yang mempengaruhi orang dewasa. Asma merupakan penyakit pernapasan jangka panjang yang berdampak pada saluran pernapasan.
Asma bisa dialami oleh siapa saja, dari anak-anak hingga orang dewasa. Namun penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak-anak dan balita.
Penyebab pasti asma pada balita masih belum sepenuhnya diketahui, namun ada beberapa faktor yang diketahui dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya asma pada anak berusia 1-5 tahun. Berikut beberapa kondisi yang diperkirakan dapat menjadi penyebab asma pada balita:
1. Riwayat Keluarga (Genetik)
Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga dengan riwayat asma atau alergi memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami asma pada usia yang lebih muda. Faktor genetik berperan penting dalam hal ini, di mana pola pewarisan gen dapat membuat anak mewarisi kecenderungan tertentu.
Anak-anak tersebut mungkin memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih peka atau mudah terpicu untuk bereaksi terhadap alergen atau iritan tertentu, seperti debu, serbuk sari, atau bahan kimia.
Kondisi ini meningkatkan risiko mereka untuk mengembangkan asma sejak dini, karena sistem kekebalan tubuh mereka dapat bereaksi secara berlebihan terhadap zat-zat yang biasanya tidak membahayakan.
2. Lahir Prematur
Anak yang dilahirkan prematur, yaitu sebelum mencapai usia kehamilan 37 minggu, juga merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya asma pada balita. Bayi prematur sering kali memiliki paru-paru yang belum sepenuhnya matang saat lahir, sehingga mereka lebih rentan terhadap berbagai masalah pernapasan.
Ketidaklengkapan perkembangan paru-paru ini membuat mereka lebih mudah terpapar iritasi atau infeksi, yang dapat memicu gangguan pernapasan seperti asma.
Ketika paru-paru belum berkembang dengan optimal, sistem pernapasan anak menjadi lebih sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan, dan hal ini bisa memperburuk kondisi kesehatan mereka, termasuk meningkatkan kemungkinan munculnya asma pada usia dini.
3. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas)
Infeksi pada saluran pernapasan bagian atas, seperti flu, pilek, atau sinusitis, juga dapat berperan sebagai faktor pemicu berkembangnya asma pada balita. Infeksi tersebut dapat menyebabkan peradangan dan pembengkakan pada saluran pernapasan, yang kemudian memicu reaksi asma pada anak yang sudah memiliki kecenderungan terhadap penyakit ini.
Selain itu, infeksi pada saluran pernapasan atas dapat meningkatkan sensitivitas saluran pernapasan, menjadikannya lebih rentan terhadap alergen atau iritan lainnya yang dapat memicu serangan asma. Hal ini dapat memperburuk kondisi pernapasan anak dan mempercepat munculnya gejala asma.
4. Asap Rokok
Paparan asap rokok menjadi salah satu faktor penyebab asma pada balita maupun batita. Risiko ini dapat dimulai sejak masa kehamilan, di mana paparan rokok dapat memengaruhi perkembangan janin, atau bahkan setelah kelahiran, dengan paparan asap rokok yang berlanjut.
Zat-zat berbahaya yang terkandung dalam asap rokok dapat merusak saluran pernapasan anak yang masih dalam tahap perkembangan, menjadikannya lebih sensitif terhadap iritan dan alergen.
Selain itu, paparan tersebut juga dapat menyebabkan peradangan pada paru-paru, yang pada akhirnya meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan pernapasan, termasuk asma.
5. Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin juga mempengaruhi kemungkinan terjadinya asma pada balita. Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Frontiers in Pediatrics, anak laki-laki cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan asma dibandingkan anak perempuan pada usia dini.
Namun, kondisi tersebut bisa berubah seiring bertambahnya usia, karena pada usia remaja, perempuan justru memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengalami asma dibandingkan laki-laki.
Itulah 5 kondisi atau hal yang diperkirakan dapat menjadi penyebab asma pada balita. Diagnosis asma pada balita memang cukup sulit, karena banyak gejala yang mirip dengan penyakit pernapasan lainnya.
Untuk memastikan diagnosis, dokter biasanya akan melakukan serangkaian pemeriksaan, termasuk mengumpulkan riwayat kesehatan anak, melakukan pemeriksaan fisik, serta melakukan tes fungsi paru dan tes alergi.
Selain itu, pemeriksaan rontgen dada juga dapat dilakukan untuk mendukung penentuan diagnosis yang lebih akurat.