Bagi yang sudah menikah, mari menepi sejenak untuk menuntut ilmu. Bahwa mencari nafkah itu wajib, maka memenuhi kebutuhan biologis pasangan kita pun merupakan kewajiban yang tak bisa dipandang sebelah mata. Sebab, jika hak pasangan dalam hal biologis tak dipenuhi, maka amat mungkin baginya untuk melampiaskannya kepada orang lain secara haram. Na’udzubillah.
Seperti biasa, malam itu ‘Umar bin Khaththab berkeliling meneliti rakyatnya. Disebutkan dalam al-Muwaththa’, Imam Anas bin Malik menceritakan hal ini dari ‘Abdullah bin Dinar, “‘Umar bin Khaththab mendengar seorang wanita melantunkan syair,
Malam begitu panjang dan kelam sekelilingnya, aku tidak kuasa tidur sebab tiada kekasih yang berkencan denganku.
Demi Allah, jika bukan karena karena Allah selalu mengawasiku, niscaya sisi-sisi ranjang ini telah bergoyang.
Dalam riwayat lain dari Muhammad bin Ishaq yang ia dapatkan dari Sa’id bin Jubair, wanita tersebut menyenandungkan syair yang lebih panjang, namun sama pilunya. Katanya,
Malam ini begitu panjang, menghiasi sekelilingnya; Ketiadaan teman tidur membuatku terjaga.
Aku kencani ia dari masa ke masa, seakan-akan ia menutupi cahaya bulan dalam kepakatan malam.
Membuat senang yang berkencan di sisinya, dalam kelembutan bantal yang tidak melindunginya, aku mendekatinya.
Demi Allah, jika bukan karena Allah; yang tidak ada Ilah selain Dia, niscaya hancurlah sisi ranjang ini.
Namun, aku takut pada Malaikat Raqib yang mengawasi diri kami, yang selalu mencatatnya sepanjang masa.
Takut kepada Rabb-ku, rasa malu, dan rasa hormat kepada suami; menghalangi diriku, agar kehormatannya tidak tercemar.
Mendengar syair pilu salah satu muslimah rakyatnya ini, ‘Umar bin Khaththab pun segera pulang. Didatangilah Hafshah, putri ‘Umar yang juga salah satu istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. “Berapa lama,” tanya ‘Umar kepadanya, “seorang wanita dapat bersabar menunggu suaminya?”
Maka sang Ummahatul Mukminin ini menjawab, “Enam atau empat bulan.”
Khalifah keempat kaum muslimin itu pun langsung berkata, “Aku tidak akan menahan seorang prajurit (berada di medan jihad) lebih lama dari waktu tersebut.”
Wahai para suami, mari memahami istri-istri kita sebagaimana kita menuntutnya untuk memahami setiap keinginan diri. Mari perhatikan dengan saksama; tentang hak istri dan kewajiban kita sebagai suami kepadanya. Adakah dalih memenuhi satu kewajiban membuat kita mengabaikan kewajiban yang lain kepada istri-istri kita?
Sungguh, dalam hubungan badan suami istri ada keutamaan dan kemuliaan. Di sanalah terletak kesucian dan keberkahan. Dengannya, nafsu terjaga, pikiran tercerahkan, dan perasaan tertenangkan karenanya. Ada cinta, ketulusan dan penerimaan.
Sebab, jika sekian lama tak kausentuh istrimu, relakah jika ada orang lain yang menyentuhnya? Na’udzubillah… [Pirman]
1 Comment
Comments are closed.