Sering kali karena merasa sebagai suami, seorang lelaki enggan menerima saran kebaikan dari wanita yang telah menjadi istrinya. Alasannya bisa lantaran gengsi, keras kepala, atau kebodohan diri. Padahal, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang merupakan suami terbaik di dunia ini pun mendengarkan dan mempraktikkan nasihat istrinya.
Dalam peristiwa Hudaibiyah, beberapa sahabat terpukul kejiwaannya. Mereka kecewa sebab Nabi Shallalahu ‘alaihi wa Sallam tampak memenangkan kaum kafir Makkah. Alhasil, saat Nabi perintahkan kepada mereka untuk menyembelih hewan qurban dan bercukur, para sahabat tak menghiraukan perintah Nabi.
Maka masuklah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ke tenda salah satu istrinya, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. “Celakalah orang-orang. Aku telah memerintahkan mereka dengan suatu perintah, tapi mereka tidak menjalankannya,” tutur Nabi sebagaimana diriwayatkan Imam al-Bukhari.
Kepada suami yang amat disayanginya itu, Ummu Salamah sampaikan usul. Ia mengatakan agar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mendatangi sahabatnya, menyembelih hewan qurbannya, dan mencukur rambutnya, tanpa menyampaikan satu kalimat pun.
Kemudian, dengan hati lapang, sang Nabi melakukan usul istrinya itu. Beliau mendatangi para sahabat, mengambil posisi di tengah kumpulan sahabat, kemudian menggiring dan menyembelih hewan qurbannya, diakhiri dengan mencukur rambut.
Benarlah. Nasihat yang disampaikan dengan tulus akan dilakukan dengan ikhlas, dan hasilnya pun kebaikan. Melihat itu, para sahabat pun bergegas melakukan apa yang dikerjakan Nabi. Mereka langsung meneladaninya. Dan, itulah kekuatan teladan; ia lebih bermakna dari jutaan kalimat yang tak diikuti dengan laku.
Wahai para suami, adakah kau campakkan nasihat yang berasal dari istri-istrimu? Adakah kau menganggapnya remeh dan tak berharga? Apakah kau picingkan mata kemudian melemparkan nasihatnya ke tong sampah sebab menganggap nasihat istrimu sebagai sesuatu yang tak bermakna?
Maka bersikap rendah hatilah. Dengarkan nasihat istri-istrimu dengan cinta. Terimalah dengan lapang hati. Dengarkan sepenuh cinta. Dan, lakukanlah jika muatannya baik. Serta, ingatkan dan luruskan jika buruk makna dan dampaknya.
Sungguh, jika Nabi yang mulia saja menerima nasihat kebaikan dari istrinya, maka kita yang jauh dari sebutan mulia jauh lebih layak untuk mendengarkan dan mengerjakan nasihat kebaikan dari istri-istri yang kita cintai dan telah sampaikan nasihat dengan sepenuh hati. [Pirman]
3 Comments
Comments are closed.