Beberapa pekan telah berlalu sejak akad nikah dan walimah. Namun, cinta itu belum juga muncul. Terus terang, aku menikah karena mengikuti keinginan ibu. Istriku adalah gadis pilihan ibu.
Beberapa pekan menikah, belum kudapati jantungku berdebar-debar seperti tanda cinta yang kudengar. Aku belum merasakan getar-getar di dada sebagaimana tanda cinta yang kubaca. Ketika beberapa waktu tidak bertemu, aku juga tidak merasa rindu.
Aku sempat berpikir, apakah aku salah ketika memutuskan menikah dan menerima calon dari ibu? Apakah aku salah ketika mengiyakan menikah dengan wanita yang aku belum mencintainya? Saat itu aku berharap mungkin setelah menikah aku akan mencintainya. Namun setelah beberapa pekan, aku mulai dilanda kegalauan.
Meski demikian, hati kecilku mengatakan aku harus bertahan. Meneruskan pernikahan ini meskipun aku belum bisa mencintainya. Nuraniku mengatakan rumah tangga ini harus terus dilanjutkan meskipun aku belum mengecap nikmatnya pernikahan.
Di tengah kegalauanku, aku mengambil air wudhu dan shalat dua rakaat lalu berdoa kepada Allah memohon solusi. Setelah itu, pergi ke sebuah tempat yang tenang dengan membawa kertas dan pena.
Tak ada orang yang melihatku di sini. Saat aku merenung dan menuliskan buah perenungan.
Sifat-sifat seperti apa yang dulu kuinginkan dari pasangan hidup yang kuidamkan? Kuingat-ingat dan kemudian aku dapatkan 10 jawaban. Lalu dari 10 sifat itu aku merenungkan, apakah istriku sekarang memilikinya. Ternyata delapan dari 10 sifat itu ada pada istriku.
Aku terhenyak. Rupanya selama ini aku menutup mata dari kelebihan istriku. Ada delapan sifat dari istriku yang merupakan sifat wanita yang kuimpikan. Aku berdialog dengan diriku sendiri, bukankah tidak ada wanita yang sempurna. Bukankah dengan delapan dari 10 sifat itu, istriku termasuk wanita yang sejak dulu kutunggu-tunggu.
Satu per satu delapan sifat yang ada pada istriku itu aku renungkan, terutama satu sifat utama yang dia punya. Aneh, tiba-tiba sebentuk kerinduan menyergap jiwaku. Aku ingin segera pulang dan mendekap istriku. Bayangan wajahnya hadir jelas di benakku dan senyumnya terlihat begitu mempesona. Ya Allah… aku jatuh cinta.
Sejak saat itu, rumah tanggaku laksana surga. Dan kini, lima tahun pernikahan, cinta kami senantiasa menyala-nyala hingga seorang penulis, Dr Karim Asy Syadzili, mewawancaraiku apa rahasianya. Rahasianya, seperti yang kukisahkan ini. [Muchlisin BK/Kisahikmah]
*Disarikan dari penuturan teman Dr Karim Asy Syadzili dalam buku Kado Pernikahan