“Lho, ini apa lagi, Pa?” Nina langsung bertanya dengan nada tinggi begitu melihat petugas ekspedisi menurunkan sepeda dari mobil box.
“Anu, itu sepeda buat olah raga,” Dedi agak kikuk ditanya begitu di depan petugas ekspedisi.
“Minggu kemarin kan baru beli treadmill.” Yang membuat Nina kesal, treadmill seharga tujuh juta itu sering nganggur. Hanya hari pertama dan kedua suaminya semangat olah raga.
“Ini murah kok Ma, cuma lima juta,” Dedi setengah berbisik.
“Lima juta kok murah. Ingat Pa, tahun depan anak kita kuliah.”
Kekhawatiran Nina benar. Baru tiga hari, suaminya sudah tidak nggowes lagi. Sibuk, alasannya. Hari keempat hingga pekan berganti, sepeda itu nganggur. “Sayang sekali lho, sepeda mahal-mahal begini. Lima juta,” Nina memperhatikan merek sepeda itu saat membersihkannya. Brompton.
Keesokan harinya, sepupunya bertamu ke rumah usai menghadiri pernikahan rekan kerja di kota itu. Ketika Nina dan sepupunya asyik bercengkerama, Agus –iparnya- memperhatikan sepeda yang berdiri gagah di ruang samping.
“Mbak, sepedanya bagus banget. Pasti mahal.”
“Kamu minat?”
“Iya, Mbak. Kalau boleh 10 juta sih.” Mendengar angka itu, Nina langsung terbayang laba 100 persen. Tidak menunggu lama, sepeda itu telah berpindah tangan.
“Lho, sepedaku mana?” Dedi kaget saat pulang kerja tidak menemukan sepedanya.
“Tenang, Pa. Nanti Papa bisa beli lagi yang baru. Sepeda tadi sudah dibeli Agus 10 juta.” Kini bukan hanya kaget. Dedi lemas. Terbayang uang 40 juta melayang.
Baca juga: Dayyuts
Jangan Berbohong
Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa jujur. Kepada siapa pun. Sebab kejujuran akan membawa kepada kebaikan yang tempat kembalinya adalah surga.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. (QS. Al Ahzab: 70)
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga. Seseorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah sifat bohong, karena kebohongan membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa ke neraka.Orang yang selalu berbohong dan mencari-cari kebohongan akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong. (HR. Muslim)
Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa jujur. Apalagi kepada istri yang bisa kecewa ketika tahu dibohongi. Kekecewaan yang memupus kepercayaan dan bisa membawa keretakan dalam rumah tangga.
Cerita Nina dan Dedi di atas hanyalah ilustrasi. Namun, sering kali kita dapati peristiwa yang mirip dengan ilustrasi itu. Bahkan dalam kasus yang lebih parah, ada suami yang membohongi istri dengan berselingkuh. Akhirnya rumah tangganya runtuh.
Baca juga: Tabel Asmaul Husna
Bohong yang Dikecualikan
Memang ada hadits yang menolelir berbohong dalam tiga kondisi. Sebagaimana kata Ibnu Syihab dalam Shahih Muslim:
وَلَمْ أَسْمَعْ يُرَخَّصُ فِى شَىْءٍ مِمَّا يَقُولُ النَّاسُ كَذِبٌ إِلاَّ فِى ثَلاَثٍ الْحَرْبُ وَالإِصْلاَحُ بَيْنَ النَّاسِ وَحَدِيثُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَحَدِيثُ الْمَرْأَةِ زَوْجَهَا
Belum pernah aku dengar, kalimat (bohong) yang diberi keringanan untuk diucapkan manusia selain dalam 3 hal: Ketika perang, dalam rangka mendamaikan antar-sesama, dan suami berbohong kepada istrinya atau istri berbohong pada suaminya (jika untuk kebaikan). (HR. Muslim)
Yang perlu diketahui, hadits ini ada penjelasannya. Bukan melegitimasi kebohongan. Khususnya ‘kebohongan’ suami kepada istri dalam hadits ini maksudnya adalah dalam rayuan dan sejenisnya untuk menciptakan kemesraan dan agar suami istri makin saling mencintai.
Misalnya suami yang mengatakan kepada istrinya bahwa dia adalah wanita tercantik di dunia. Memuji masakannya lebih lezat dari menu restoran, dan sebagainya. Jadi dalam batasan merayu bukan membohongi istri seperti ilustrasi yang Dedi lakukan kepada Nina di atas. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/KeluargaCinta]