Ada begitu banyak orang tua yang mendambakan lahirnya anak-anak dari pernikahan yang mereka jalani. Sayangnya, dambaan akan hadirnya buah hati tidak diiringi dengan langkah nyata untuk mendidiknya dengan baik. Alhasil, banyak anak yang hanya menjadi hiasan dunia. Tidak lebih dari itu.
“Harta dan anak-anak,” demikian Allah Ta’ala berfirman dalam surat al-Kahfi [18] ayat 46, “adalah perhiasan dunia. Tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik untuk menjadi harapan.”
Anak-anak, sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut, hanya sebagai hiasan. Tiada guna. Tidak bermanfaat. Tidak bisa dijadikan tumpuan harapan. Hiasan itu, kemudian dikaitkan dengan amal shalih yang bisa diharapkan pahalanya, kelak di akhirat.
Disebut sebagai perhiasan bukan bermakna tidak berguna secara indrawi. Anak-anak jenis ini, mafhumnya memiliki beberapa kelebihan sebagaimana halnya perhiasan; enak diindra. Mereka menjadi bahan pujian lantaran cantik atau tampannya, pandai otaknya, cemerlang akalnya, menawan fisiknya, dan sebagainya.
Sayangnya, mereka tidak dibekali dengan pendidikan Islam yang memadai. Akhlaknya mengkhawatirkan; tiada menaruh hormat kepada yang lebih tua, sewenang-wenang terhadap yang lebih muda, bangga dengan perhiasan dunia yang dimiliki, menggemari perkara dunia secara berlebihan, menolak nasihat, dan berlaku sombong lantaran kelebihan yang dimiliki.
Andai dirunut, salahnya bisa terjadi di dua hal; orang tua dan dirinya sendiri.
Orang tua, bisajadi terlalu sibuk dengan urusan dunianya pula. Dalam logikanya, tugas orang tua hanya bekerja mencari nafkah. Selesai. Ketika memilihkan sekolah pun, mereka tidak peduli dengan pendidikan akhlak dan agama anak-anaknya. Hal ini diperparah dengan buruknya interaksi dengan anak saat di rumah. Orang tuanya pergi saat anaknya belum bangun, dan pulang ketika anaknya tertidur lelap. Setelah dewasa, sang anak lebih asyik dengan dunianya melalui perangkat canggih yang dibelikan oleh orang tuanya. Miris.
Lantaran tiadanya perhatian menyeluruh dari orang tua, si anak pun bertingkah semaunya. Minim akhlak, banyak menuntut, dan tidak memiliki hasrat untuk mendalami ilmu agama. Tingginya pencapaian nilai di sekolah hanya diikuti dengan meningkatnya tingkat kesombongannya.
Sungguh, keduanya akan mendapati sedih nan mendalam di akhirat kelak. Pasalnya, anak-anak yang mendapatkan puja-puji saat di dunia ini tak kuasa berikan manfaat di alam keabadian itu. Hanya hiasan. Tak lebih. [Pirman/Keluargacinta]