Sekitar dua tahun yang lalu, dalam sebuah kesempatan mudik, ada sosok yang menjemput saya. Seorang adik kelas. Bekerja di salah satu instansi pemerintah. Cerdas. Karirnya pun bagus. Baru beberapa bulan bekerja, ia sudah bisa membeli motor gede untuk aktivitas sehari-hari. Dia, insya Allah, juga sosok yang memiliki keinginan baja untuk terus memperbaiki diri.
Dalam sesi berboncengan untuk menempuh jarak sekitar tujuh kilometer itu, ia menyampaikan sebuah pertanyaan, “Mas, saya tahu kalau pacaran itu salah. Nah, saya sudah terlanjur mencintai wanita itu.”
Saya mendengarkan dengan mendekatkan telinga, agar kisahnya terdengar sempurna. “Masalahnya,” lanjutnya bertutur, “dia menolak diajak segera menikah. Padahal, insya Allah saya sudah mampu.” Tutupnya tulus, “Apa yang harus saya lakukan, karena saya juga tak mau perbanyak dosa dengan memperpanjang masa pacaran.”
Kelar sampaikan pertanyaan, sosok gemuk ini pun menghela nafas. Agak panjang. Seraya menunggu jawaban yang akan saya sampaikan.
Kepadanya, setidaknya ada beberapa hal yang saya sampaikan.
Pertama, kesadarannya untuk bebas dari dosa pacaran adalah kabar baik yang harus disyukuri. Semoga niatnya tulus dan Allah Ta’ala berikan kebaikan yang amat banyak padanya. Apalagi, dia-setahu saya-tipe orang yang gak ‘aneh-aneh’ dalam pacaran. Meski sebenarnya, pacaran ini sudah amat aneh.
Kedua, hendaknya didiskusikan dengan baik kepada wanita itu, terutama keluarganya. Sebab, menikah adalah tentang menyatukan dua keluarga, bukan sekadar menyatukan dua anak manusia. Dengan melakukan musyawarah, semoga ada jalan kebaikan yang bisa disepakati dan memudahkan untuk melangkah menuju ke jenjang pernikahan yang diberkahi.
Ketiga, jika wanita itu tetap ngeyel dengan sejuta dalih, sementara kedua orang tuanya juga sepakat untuk segerakan nikah, jangan segan untuk sampaikan ketegasan. Tak perlu segan untuk mengatakan padanya, “Jika kamu senantiasa berikan alasan yang tak berlandaskan kebenaran, maaf saja. Saya akan mencari wanita lain yang benar-benar mau bersegera membangun hidup di dunia untuk kebahagiaan akhirat dengan pernikahan yang halal. Bukan terus menerus melanjutkan pacaran yang berdosa ini.”
Jika pertanyaan serupa diajukan kepada sahabat Keluargacinta, kira-kira apa jawaban yang akan sahabat-sahabat sampaikan? 😀 [Pirman/Keluargacinta]
6 Comments
Comments are closed.