Betapa sumringah dan bahagianya laki-laki ini. Niat sucinya untuk menggenapkan separuh agama sudah di ambang pintu. Dengan perantara guru ngajinya, dia telah cocok saat diperkenalkan dengan seorang Muslimah sesama aktivis dakwah. Dalam naungan ukhuwah yang menyejukkan, dia pun berkunjung, mengarungi lintas provinsi demi bertemu dengan calon istri dan mertuanya. Melamar.
Lepas melamar itu, sang laki-laki makin bertambah rasa syukurnya kepada Allah Ta’ala. Tak terbatas bahagianya. Dia yang selama ini merasa dipilih untuk disibukkan dalam dakwah, dalam bilangan bulan ke depan akan segera dikaruniai pendamping hidup yang sama-sama getol dalam memperjuangkan kalimat Allah Ta’ala, menegakkan syariah di bumi nan berkah.
Namun, entah dari mana kabar muasalnya, harapannya sirna. Pupus seketika. Mimpinya yang setinggi langit seketika runtuh, tepat mengenai relung jiwa dan pikirannya. Kalut tiada terkira. Dalam kecamuk rasa yang kian bergemuruh, dia harus memutuskan; melanjutkan lamaran atau memutusnya.
Bukan main beratnya. Bukan lantaran dia tidak laku. Bukan itu. Mula-mula, sebab tak mudah menemukan wanita yang sama-sama bergiat dalam dunia harakah. Kedua, hatinya benar-benar tak kuasa menerima fakta yang sudah diakui oleh si wanita; dia tak gadis lagi, bunganya sudah direnggut oleh laki-laki hidung belang, bukan hanya sekali, tapi berkali-kali.
Innalillahi.
Betapa ini tak mudah. Jika sang Muslimah berstatus janda, itu jauh lebih terhormat. Tapi, dia terstatus sebagai perawan. Kerudung rapat. Pendiam. Tak pernah tersentuh oleh laki-laki dalam keseharian. Tapi, tanpa angin atau hujan, kabar ketakgadisan calon istrinya itu benar-benar menyentak. Dan, terkonfirmasi kebenarannya dari yang bersangkutan.
Lantas, dengan berat hati, meski harus menyakiti semuanya, terutama keluarga gadis yang sudah menyebar kabar bahagia kepada keluarga dan teman terdekatnya, laki-laki baik hati ini harus memutuskan. Memutus lamaran. Tidak jadi menikahi wanita yang sempat didambakannya itu.
Bagi pihak Muslimah, ini sangat menyakitkan. Apalagi dua orang tuanya. Benar-benar tak habis pikir. Sedih, perih, pilu, duka, lara, dan sangat menyayat. Tapi, mau bilang apa? Semua ini juga terjadi lantaran kekhilafannya sebagai orang tua, meski telah mengerahkan kemampuan terbaik untuk mendidik anak kebanggaannya itu.
Diam tanpa aktivitas sembari terus merenungi diri dipilih oleh sang ayah. Hingga badannya menderita sakit. Pernah, dia hendak membunuh laki-laki jahat yang telah memperdaya anak gadisnya. Tapi, buat apa? Sebab rupanya, si anak juga sempat khilaf dan ‘menikmati’ perbuatan jahatnya. Buktinya, mereka biasa melakukannya. Bahkan terjadwal.
Na’udzubillahi min dzalik. Ya Allah, jaga kami dan keluarga serta kaum Muslimin dari busuknya zina. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]
7 Comments
Comments are closed.