Menjalani hidup rumah tangga bukanlah sesuatu yang gampang. Bukan pula sesuatu yang sukar dan rumit. Mudah atau rumit tergantung pada penyikapan kita terhadap panduan abadi yang sudah digariskan oleh Allah Ta’ala dalam al-Qur’an dan teladan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dalam sunnah-sunnahnya.
Ketika al-Qur’an dan sunnah Nabi dikhianati oleh salah satu anggota keluarga, maka bersiaplah menghadapi ujian rumah tangga yang rumit nan menyesakkan dada, padahal sejatinya mudah dan amat mendewasakan.
Laki-laki setinggi seratus enam puluh meter ini tengah diuji. Selain beban sebagai salah satu pimpinan di sebuah perusahaan manufaktur, rumah tangganya tengah dilanda prahara. Sang istri sakit-sakitan. Sudah berobat ke berbagai tempat dengan berbagai jenis terapi, tapi belum ada hasil. Sakitnya semakin parah.
Pagi itu, laki-laki yang piawai mengolah kulit bundar dan berkumis tebal serta memiliki badan tambun ini terlihat begitu sayu. Matanya bengkak. Kerut di dahinya makin terlihat. Ada gumpalan masalah yang semakin menggunung.
Di meja kerjanya, dikelilingi beberapa stafnya, dia bertutur setelah diberi beberapa pertanyaan terkait kondisi sang istri.
“Entahlah,” jawabnya menerawang, “kapan ya dia meninggal dunia?”
Bukan harapan kesembuhan yang dia kisahkan. Tapi pertanyaan harapan kematian. Kami yang tidak tahu, akhirnya menanggapi datar. Sebab enggan terlibat dalam persoalan yang tidak benar-benar kami ketahui.
Berselang menit kemudian, kami bubar. Bel masuk kerja berbunyi. Ada begitu banyak tugas yang harus dikelarkan.
“Parah dia mah.” ucap seorang teman si laki-laki yang meja kantornya berdekatan dengan kami.
“Dia mah begitu. Malah berharap istrinya segera mati.” timpal yang lain.
“Kok bisa gitu sih, Pak?” tanya seorang pekerja baru. Polos.
“Jadi,” jelas yang lain, “dia itu punya dua istri. Yang sakit-sakitan ini istri pertama. Sudah tua. Sudah gak cantik lagi. Sakit-sakitan.”
“Dia sudah bosan. Yang di depan (kantor) itu istri keduanya. Bosan dengan istri pertama. Ribut terus. Jadilah dia menyumpahi agar istri pertamanya itu meninggal dunia.” pungkas penutur pertama mengisahkan.
Poligami tidak pernah salah. Ianya merupakan amalan Nabi yang mulia. Kekeliruan dalam kisah ini atau kisah lainnya hanya terjadi lantaran oknum. Ialah mereka yang sejatinya amat lemah tapi sok kuat mengambil amanah besar bernama poligami.
Mudah-mudahan banyak Muslimah yang paham; agar tidak mudah dikelabui. Semoga kaum Muslimin benar-benar bersiap diri, agar tidak serta-merta mengambil jalan poligami seketika setelah bosan dengan istri pertamanya.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]