Fitrahnya, dalam hubungan badan suami-istri (jima’) terkandung kenikmatan; bukan sekadar nikmat lahir, tetapi juga kepuasan bathin kedua belah pihak. Sayangnya, pada banyak pasangan hidup, kenikmatan paling purba ini tidak dijumpai. Bahkan, dan ini sangat mengerikan, ada pasangan-pasangan yang merasa tersakiti saat melakukan ibadah khusus itu.
Kapankah kondisi ini terjadi? Semoga tidak menimpa kita semua.
Laki-laki ini tidak bisa berbuat banyak. Sabar telah dijalaninya dalam masa yang amat lama. Ia paham, menikah bukan soal bunga dan romantisme semata. Ada begitu banyak kerja-kerja berkepanjangan yang tiada ujungnya.
Meski tak mudah, ia senantiasa mencoba. Meski tampangnya menarik, gagah, baik hati, dan ramah, ia tak serta merta mengiyakan tawaran istrinya untuk menikah lagi atau menceraikan wanita yang amat disayanginya itu. Di antara pertimbangan utamanya, laki-laki yang murah senyum ini amat menyayangi anak-anak hasil pernikahan mereka.
Prahara di rumah tangganya sendiri bermula beberapa masa terakhir. Bukan saat susah, justru setelah perjuangan keduanya menemui puncak jayanya. Sama-sama bekerja, keduanya pun menabung dengan gigih hingga berhasil memiliki aneka kebutuhan sekunder hingga tersier. Rumah luas, mewah, mobil, sejumlah aset, dan lain sebagainya.
Peliknya, sang istri menghadapi ujian yang tak ringan. Dimana ujian ini berdampak pada suaminya juga. Meski disebutkan dalam banyak riwayat bahwa menolak ajakan suami di ranjang akan berganjar laknat malaikat berkepanjangan di malam itu hingga paginya, entah kenapa dirinya tak kunjung perbaiki diri.
Akunya, ada rasa sakit yang menyayat saat melayani ajakan sang suami. Perih. Pedih. Di tahap ini, sang suami hanya bisa bersabar sembari mengupayakan usaha-usaha ikhtiari. Tentunya, ia ingin bunga dan madu yang sempat dirasa di awal-awal nikah bisa kembali dikecap dengan penuh nikmat.
Maka ketahuilah wahai pasangan suami-istri, rasa sakit itu sebabnya banyak. Jika terkait gangguan fisik, maka solusinya adalah mendatangi ahli kesehatan untuk mencari solusi. Namun, sebab sakit yang lebih menyayat, asalnya adalah perasaan. Mulanya, sayang yang berkurang. Kemudian akan bertambah hingga memuncak jika sayang itu benar-benar pergi dan berganti dengan sayang lain yang terlarang.
Jika sayang kepada pihak lain dialami oleh laki-laki, solusi daruratnya bisa dengan poligami. Ini pun masih butuh pembahasan yang amat panjang, rumit, nan berliku. Peliknya, jika sayang kepada pihak lain dialami oleh istri. Baik itu kepada cinta masa lalunya, rekan kerja yang penuh pesona, bujangan prospektif dengan jutaan harapan, atau duda matang nan keren yang dihamparkan kepadanya nikmat-nikmat dunia.
Akan tetapi, semoga hal kedua ini tidak menimpa kepada kita. Semoga Allah Ta’ala menjaga istri-istri kita dari fitnah harta dan cinta yang tak halal. Semoga Allah Ta’ala menjaga suami kita agar bahagia dengan yang halal dan berkah, serta menjaga mereka dari kejinya fitnah dunia dan wanita. Aamiin. [Pirman/Keluargacinta]