Menikahlah sahabatku.
Di dalamnya ada sunnah yang berpahala. Selepas menikah secara syah sebagaimana disyariatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, apa yang awalnya haram menjadi halal dan berkah dalam pernikahan. Sesuatu yang dulunya terlarang, bahkan menjadi sesuatu yang digemari dan berpahala, meski amalan itu nampak sederhana dalam kaca mata keumumuman.
Sahabatku, menikahlah.
Sebab Nabi yang mulia dan terjamin surga atasnya pun, menikah dengan niat ibadah. Menikahlah untuk meneladani beliau, sebagai wujud mennghidupkan sunnahnya. Sebab, siapa yang hidupkan sunnah Nabi, maka ia tercatat sebagai umat yang mencintainya. Dan siapa yang mencintainya, kelak akan bersama di surga-Nya. Bahagianya…
Sahabatku,
Jika belum menemukan calon yang kelak hidupkan hari-harimu dengan keceriaan dan isnspirasi, maka mintalah ia pada yang Maha Memiliki hati manusia. Sampaikan pada-Nya, bahwa kau butuh pendamping untuk semakin mendekat kepada-Nya. Katakan, bahwa kau sungguh-sungguh hendak menyempurnakan separuh agama dengan menikah. Sampaikan, dengan sepenuh hati dan setulus cinta. Sebab, Dia Maha Mendengar pinta hamba-hamba-Nya.
Lantas, siapkan dan layakkan diri untuk menyambut kedatangannya. Jika lelaki, siapkan diri dengan tanggung jawab dunia dan akhirat. Karena setelah akad, amanah istrimu adalah tanggung jawabmu, bukan lagi tanggung jawab orang tuanya. Bagi perempuan, siapkan diri dengan ketaatan dalam kebaikan. Sebab baktimu kepada suami adalah jalan yang Dia berikan untukmu memasuki surga-Nya.
Menikahlah saudaraku.
Minimal, dengan kesungguhanmu dalam mengupayakannya. Jika ternyata belum berjodoh, dan upayamu telah maksimal, bukankah Dia Maha Mengetahui mana yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya?
Apalagi, tak semua manusia bisa merasakan nikmat menikah. Nikmat hidup berdua dengan orang yang awalnya asing, namun menjadi tanggunganmu, dan kelak akan dimintai pertanggung jawabannya. Maknanya, jika pasanganmu bertambah baik selepas hidup bersamamu, bagimu kebaikan dunia dan akhirat. Begitupun sebaliknya.
Karenanya, luruskan niat; sebelum, ketika, dan setelah menikah. Sebab lurusnya niat adalah jaminan kebahagiaan dan keberkahan. Tentunya, niat benar yang menggerakkan pelakunya untuk menambah ilmu, belajar banyak kompetensi kehidupan, dan kesungguhan untuk membimbing pasangannya menuju tingkatan hidup yang lebih baik; bukan di mata manusia, tetapi dalam penialaian Allah Ta’ala.
Maka, jangan lepaskan dimensi ibadah dalam pernikahan. Sebab itu ruhnya. Dan, ingat satu hal; setan tak akan membiarkanmu. Baik ketika kau mulai berniat menikah, maupun setelah kau menjalaninya. Karenanya, dalam pernikahan ada ujian yang amat berat dan tak bisa didapati oleh mereka yang belum menikah.
Saudaraku, yakinlah bahagia dengan pasanganmu. Sampaikan harap pada Tuhan kita, agar Dia kurniakan nikmat menikah kepadamu. Sebab, itulah nikmat yang kelak menjadi kesukaan penghuni surga. Kenikmatan yang tak tergambar dalam pikiran, belum pernah terbersit dalam angan.
Menikahlah, meski sekali seumur hidupmu. [Pirman]
4 Comments
Comments are closed.