Tiada manusia yang sempurna, kecuali Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang terlindungi dari keliru, kekurangan, dan dosa. Maka tak ada pula pasangan yang ideal. Tiada suami yang tanpa salah. Mustahil ada istri yang terbebas dari kekurangan.
Oleh karena itu pula, nikah disyariatkan. Agar kekurangan dilengkapi dengan kelebihan. Agar kesalahan dihilangkan dan diganti sedikit demi sedikit dengan kebenaran. Agar budaya saling mengingatkan dalam kebenaran, kesabaran, dan kasih sayang senantiasa ada dalam kehidupan umat manusia.
“Seorang pria yang telah berhasil mendapatkan seorang istri yang baik fisik dan akhlaknya, maka ia disarankan untuk memaafkan kekurangan-kekurangannya,” ujar Imam Ibnul Jauzi menyampaikan nasihat kepada para suami di dalam kitab monumentalnya Shaidul Khatir.
Tataplah mata istri kita dengan tatapan kasih sayang. Perhatikan gurat di wajah dan sekitarnya. Tataplah dengan cinta. Perhatikan dengan hati. Pejamkan mata sekejap atau dalam masa yang cukup lama.
Ingatlah bagaimana mulanya kisah cinta antara kalian timbul, bertumbuh, lalu berbuah. Ingatlah baik-baik semua karunia Allah Ta’ala kepada kalian berdua. Ingatlah, betapa banyak nikmat yang bisa disyukuri dibanding kekurangan, kekeliruan, dan kesalahan yang dilakukan oleh istri kita.
Begitu pula, para istri. Saksikanlah keringat yang mengalir di kening dan anggota badan suamimu atas nama cinta. Keringat lelah. Keringat kerja. Keringat yang kelak menjadi saksi dan bukti rasa tanggungjawabnya sebagai suami dan ayah bagi anak-anakmu.
Suami, kadang atau sering, terkesan meledak-ledak. Mudah marah. Gampang tersinggung. Egois. Dan sebagainya. Tapi, ingat pula kebaikan-kebaikannya. Ingatlah keberanian dan kesungguhannya saat datang pertama kali ke rumahmu untuk meminta izin kepada walimu.
Ingatlah kalimat-kalimat keberanian dan tanggungjawab yang ia ikrarkan saat melamar dan akad nikah. Ingatlah bagaimana beraninya ia menjabat tangan walimu, tatap matanya yang tegar, dan senyumnya yang gagah saat akad nikah.
Ingatlah detik-detik ketika untuk pertama kalinya, ia menyambut tangan lembutmu, mendekatkan badannya ke tubuhmu, lalu mendaratkan kecupan penuh cinta di keningmu, disaksikan oleh banyak pasang mata.
Dan malam harinya, tidak cukupkah kesan dan rasa antara kalian berdua sebagai pemakluman dan alasan memberikan maaf atas kekeliruannya di kemudian hari?
Bersyukurlah. Sebab amat banyak laki-laki yang mendamba seorang istri. Pun para wanita yang menangis dalam sepi dan tegar lantaran belum hadirnya suami dalam kehidupannya. [Keluargacinta/Pirman]