Adalah Barrah binti Harits bin Dhirar. Ia ditawan oleh pasukan kaum Muslimin selepas penyerbuan kepada Yahudi Bani Musthaliq. Sang wanita merupakan keturunan pemuka suku. Dihormati. Cantik. Muda. Cerdas. Umurnya baru 20 tahun. Janda muda.
Ia ditawan oleh salah satu sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam, Tsabit bin Qais dan anak pamannya. Lantaran satu dan lain hal, sang wanita mengajukan diri kepada tuannya untuk dimerdekakan dengan cara mencicil pembayaran.
Singkat kisah, si wanita mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam untuk meminta bantuan. “Ya Rasulullah, saya anak dari Harits, putri kepala kaumnya. Saya telah ditimpa malapetaka sebagaimana yang engkau ketahui. Saya menjadi tawanan Tsabit bin Qais dan anak pamannya.”
Lanjut sang wanita menyampaikan permohonan tulus, “Saya mengharapkan pertolongan dari engkau. Agar saya dapat dimerdekakan dengan membayar tebusan kepada tuan saya.”
Dalam hitungan jenak setelah mendengar permintaan anak pemuka Bani Musthaliq itu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam menyampaikan tawaran yang tak kalah bagusnya. Sabda beliau, “Apakah kamu mau sesuatu yang lebih baik daripada itu?”
Mendengar tawaran dari manusia yang terkenal kejujurannya ini, sang wanita tak menolak. Katanya, “Apakah itu?”
“Aku bayar hutangmu (ditebus dari Tsabit bin Qais dan anak pamannya), dan aku nikahi kamu.” ujar sang Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.
Wanita itu lantas menjawab tanpa jeda, “Baiklah, ya Rasulullah. Saya bersedia.”
Setelah itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam mengubah nama sang wanita dari Barrah menjadi Juwairiyah. Kisah ini dikutip oleh Drs Muhammad Thalib dalam Menuju Pernikahan Islami dari Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW tulisan KH Munawar Khalil.
Inilah di antara potret yang menunjukkan mudahnya pernikahan di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Dalam riwayat lain banyak disebutkan, seorang wanita mendatangi Nabi untuk mengajukan diri agar dinikahi. Ketika itu, Nabi tidak melarang mereka. Tatkala beliau tidak berkehendak, wanita-wanita Muslimah itu ditawarkan kepada sahabat Nabi yang lainnya.
Banyak sekali kisah jenis ini. Ini bukan bermakna merendahkan diri bagi seorang wanita. Mereka yang menawarkan diri ingin menjaga kehormatan dirinya dari zina dan berbagai jenis fitnah.
Tentu, menawarkan diri ini sangat berbeda dengan tindakan sebagian Muslimah yang diam-diam melakukan obrolan dengan lawan jenis di akun media sosialnya, lalu keduanya terlibat hubungan saling memperhatikan sebelum pernikahan yang sah dan diberkahi.
Wahai Muslimah, jangan takut atau malu. Menawarkan diri itu sebentuk kemuliaan.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]